Saat saya melihat tanggal postingan terakhir di blog ini, nampaknya memang sudah lama sekali tidak menulis, sudah satu tahun. Beberapa waktu belakangan memang saya cukup disibukkan dengan hal-hal yang penting dan tidak, sehingga hampir lupa kalau punya blog yang harus terus diisi. Saat saya harus menulis lagi, terlintas sebuah ide yang juga saya dapatkan saat beraktivitas beberapa waktu lalu.
Beberes rumah adalah hal yang menyenangkan namun kadang tidak juga. Karena selain harus mengumpulkan niat, juga perlu waktu. Hari itu nampaknya saya punya dua-duanya untuk decluttering alias memilah-milah barang yang masih bermanfaat dan tidak. Alhasil cukup banyak barang pribadi saya yang sebenarnya sudah saatnya dibuang sejak lama namun masih tertahan dengan alasan eman-eman. Setelah beberapa barang dikeluarkan dan ditata ulang ala-ala Mbak Marie Kondo, semua terasa jauh lebih baik dan nyaman dipandang. Tempat penyimpanan memiliki space yang lebih luas saat ditata dengan cara baru yang lebih ramping. Tentunya juga barang-barang yang sudah tidak dipakai kemudian dikeluarkan.
Saat sedang menata ulang barang-barang yang berupa pakaian, perhatian saya tertuju pada tumpukan sajadah. Ternyata saya memiliki beberapa potong sajadah yang jumlahnya lebih dari cukup untuk saya pakai sendiri. Menariknya lagi, setelah saya ingat-ingat, semua dari sajadah yang saya miliki dan yang menjadi hak guna saya pribadi, saya dapatkan tanpa perlu membelinya. Saya cukup sering mendapatkan souvenir berupa sajadah dari kerabat yang pulang haji atau umroh, termasuk juga orang-orang yang memberi souvenir pernikahan dalam bentuk sajadah. Makanya sajadah disini jumlahnya cukup banyak padahal tidak beli.
Seperti yang kia ketahui, sajadah adalah selembar kain yang difungsikan sebagai alas untuk shalat dengan tujuan untuk menjaga kesucian tempat shalat utamanya saat sujud. Sajadah bisa bermacam-macam bentuk dan desainnya, namun secara umum sajadah berbentuk persegi panjang, baik yang berukuran cukup luas maupun sempit. Desain gambar pada sajadah juga sangat beragam, kebanyakan bergambar masjid, terutama masjid-masjid utama di dunia ini seperti Masjidil Haram, Masjid Nabawi, atau Masjidil Aqsa. Banyak juga sajadah yang bergambar sederhana atau sesuai dengan dari daerah atau negara mana sajadah itu dibuat, seperti ornamen bangunan dalam masjid, bunga-bungaan, atau desain abstrak bercorak Islam. Bahan pembuat sajadah juga bermacam-macam seperti beludru, katun, sutra, dan lain-lain.
Sajadah mungkin hanya selembar kain yang digunakan umat Islam untuk shalat. Hanya selembar kain. Tapi, pernahkah kita berpikir bahwa sajadah punya makna yang lebih luas lagi? Mungkin kita pernah mendengar ungkapan, "sajadah adalah saksi bisu percakapan manusia dengan Tuhan". Hal ini dimungkinkan karena bisa saja seseorang menghabiskan waktu cukup lama saat beribadah atau berdoa, diatas sajadah tersebut. Kita mungkin juga pernah mengetahui atau mendengar, jika sajadah seseorang sudah sangat tipis dan beludrunya hampir lepas semua, pertanda dia rajin beribadah. Kita tentu tidak bisa memastikan hal ini karena ibadah adalah urusan pribadi seorang manusia dengan Tuhan. Namun, secara logis bisa kita pikirkan bahwa permukaan sajadah yang aus merupakan akibat dari seringnya terjadi gesekan saat digunakan untuk sujud.
Saya pernah mendengar cerita ini juga, ada seorang tua yang tidak pernah melewatkan shalat jamaah di masjid. Beliau ini selalu membawa sajadah yang sama selama belasan atau bahkan puluhan tahun. Meski sajadah itu sudah sangat tipis dan kain beludrunya sudah jarang-jarang, beliau tetap menggunakan sajadah itu sebagai bentuk klangenan-nya untuk shalat. Bahkan saat beliau diberi sajadah baru, beliau tetap menggunakan sajadah lama kesayangannya dengan alasan, sajadah itu sudah menemaninya sejak lama dan menjadi saksi doa-doa yang ia panjatkan pada Tuhan. Dari kisah ini bisa kita ketahui bahwa selembar sajadah bisa memiliki makna filosofis yang dalam bagi seseorang.
Kembali ke kisah awal soal sajadah saya yang ada beberapa potong itu, semuanya masih baru dan bagus. Awalnya saya ingin decluttering sajadah-sajadah ini juga karena saya mungkin hanya butuh satu atau dua. Kemudian pikiran saya yang lain berkata, "kenapa tidak dipakai bergantian saja, bukankah saat beribadah juga harus tampil rapi, pantas, dan bersih?" Oh iya. Hal ini mengingatkan saya juga bahwa seringkali saya hanya memperhatikan penampilan dan apa-apa yang saya pakai untuk acara lain atau saat akan bertemu orang lain, kenapa saya tidak lantas berpenampilan terbaik pula untuk hal ini? Ah, dasar manusia. Sajadah, ternyata bukan hanya selembar kain biasa untuk alas shalat. Sajadah adalah alas dari kisah kehidupan kita, membawa dan membersamai kita untuk terus belajar dan memahami makna hubungan kita dengan-Nya.
Komentar
Posting Komentar