Langsung ke konten utama

Bijak Mengulas di Google Maps

 Saya termasuk orang yang suka memberi ulasan untuk sebuah tempat, utamanya tempat makan melalui Google Maps. Hal ini karena saya suka mencari informasi tentang suatu tempat di Google Maps. Maklum saja saya bukan tipe orang yang sat-set untuk pergi keluar, tapi juga kepo dengan dunia luar. Maka Google Maps menjadi jalan ninja saya. Saya memiliki template pencarian di Google Maps yaitu "makanan enak di".  Saya tinggal memilih lokasi mana yang ingin diketahui kulinernya dengan menambahkan nama kota atau tempat di belakang template tersebut. Meskipun tidak sepenuhnya valid (karena pengalaman terbaik adalah berkunjung langsung), jujur kontribusi ulasan di Google Maps sangat membantu orang-orang seperti saya untuk mencari informasi.

        Ulasan tempat di Google Maps menjadi sangat penting dan menarik saat seseorang menuliskan ulasannya (bukan hanya sekedar memberi bintang) dengan lengkap dan jelas, mencantumkan foto atau video, dan informasi tambahan lain mengenai tempat yang dikunjunginya. Setidaknya ulasan ini akan membantu orang asing untuk tahu reputasi dari tempat yang akan dilihat atau dikunjungi. Karena pada banyak tempat, ulasan ini berpengaruh terhadap angka kunjungan, yang berlaku pada tempat makan, tempat wisata, atau penanda lokasi lain di Google Maps. 

        Kontribusi yang diberikan melalui Google Maps akan mendapatkan apresiasi berupa sebutan Pemandu Lokal, yang terbagi dalam 10 level berdasarkan jumlah kontribusi di Google Maps. Jenis-jenis kontribusi yang dikirimkan di Google Maps akan mendapatkan lencana, seperti Reviewer Ahli, Kontributor Baru, Fotografer Baru, dan lain-lain. Saat ini saya tercatat sebagai Pemandu Lokal Level 6 di Google Maps. Kontribusi saya di Google Maps bisa dibaca disini, klik profil untuk ulasan-ulasan lain.

Pemandu Lokal Level 6 di Google Maps



           Sayangnya, fasilitas berupa ulasan di Google Maps ini sering disalahgunakan untuk menjatuhkan usaha pihak lain. Kritik dan saran yang membangun itu memang baik dan diperlukan untuk sebuah usaha. Tetapi memahami etika saat memberi ulasan juga sangat penting. Barangkali kita pernah meihat ulasan seperti "makananya gak enak, tempatnya jelek", "pelayan gak ramah", "disini mahal, jangan kesini" dan ulasan-ulasan lain yang bernada sama. Sebuah tempat yang diberi penanda lokasi di Google Maps baik berupa tempat makan, tempat wisata, fasilitas publik, pertokoan, dan lainnya tentu tidak luput dari kekurangan. Jika terdapat kekurangan yang kiranya itu akan sangat berpengaruh terhadap kunjungan ke tempat tersebut, sampaikan secara langsung pada pengelola tempat. Karena kita tahu, seringkali penanda lokasi tidak dibuat sendiri oleh pengelola tempat, melainkan kontribusi pengguna Google Maps. 

        Ulasan yang kita tulis di Google Maps bukan berarti harus serba bagus dan bintang lima, melainkan tuliskan dengan bahasa dan etika yang baik. Misal saja kita sedang membeli makanan di suatu kedai, yang mana kita rasakan makanannya kurang sedap. Alih-alih hanya menulis "makanan disini gak enak" sebaiknya kita jelaskan kurang sedap seperti apa yang dimaksud, "..saya merasakan kuah pada soto ini sedikit hambar. Apakah memang ini menjadi kekhasan dari makanan disini? Saya harap penjual bisa memperbaiki rasa masakannya atau setidaknya memberi garam di meja makan agar soto bisa dinikmati sesuai selera pelanggan". Hal ini pun berlaku pada ulasan untuk pelayanan, fasilitas, atau suasana. Ribet ya harus nulis panjang-panjang dan mikir. Tetapi itulah etika yang harus kita taati. Karena sekali lagi, ulasan yang kita tulis melalui Google Maps ini bisa dibaca ribuan kali dan itu dapat berpengaruh terhadap kunjungan. 

        Kita sebagai konsumen memang berhak mendapat pelayanan dan produk terbaik yang telah kita bayar, tetapi bukan berarti langsung menjatuhkan usaha pihak lain. Lebih menyakitkan lagi saat kita beramai-ramai mengulas buruk sebuah usaha yang baru dirintis atau baru dibuka beberapa hari. Perlu kita pahami bahwa membangun sebuah usaha tidak mudah. Ada banyak modal yang dikeluarkan, pengalaman menjalankan usaha yang harus terus didapatkan, dan taktik manajerial agar usaha bisa terus berjalan. Pahami juga apabila kekurangan yang kita rasakan itu berupa selera yang mungkin berbeda dengan orang lain, apakah kemudian keseluruhan menjadi buruk? Tentu kita perlu menghormati perbedaan selera ini. Kekurangan yang kita temukan jika memang itu sangat mengganggu dan harus lekas diperbaiki, lebih baik sampaikan langsung pada pengelola tempat. Setidaknya bisa meminimalisir "efek viral" jika kemudian kritik dan saran itu mempengaruhi orang lain untuk mengunjunginya. Semoga kita bisa menjadi konsumen yang bijak. Mari dukung usaha masyarakat dengan fasilitas yang bisa kita gunakan, tentunya dengan cara yang baik dan benar. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menguji Nyali, Menuntaskan Misi (Bagian 2)

     Sebelum ini saya pernah menulis Menguji Nyali Menuntaskan Misi yang menceritakan sedikit perjalanan saya menuju kelulusan di perguruan tinggi. Kisah saya tulis secara runtut mengenai beberapa tahapan pengerjaan skripsi yang sampai pada ujian tugas akhir. Kali ini saya akan melengkapi Menguji Nyali Menuntaskan Misi bagian dua.      Seusai melaksanakan ujian skripsi, sebagian besar orang berpikir bahwa ini adalah tahapan terakhir yang dapat memberikan kita gelar sarjana. Tapi tentu saja tidak. Itu baru pertengahan karena masih banyak proses lain yang harus dilalui sampai bisa dinyatakan lulus secara resmi. Mulai dari revisi yang bikin emosi, setumpuk administrasi yang tak kunjung usai, dan entri nilai tugas akhir yang bukan terakhir. Makin mendekati kelulusan, makin banyak saja drama yang berlalu. Berlalu-lalang.       Saya terus membesarkan hati sendiri agar tidak menyerah. Semenjak memasuki tahapan pengerjaan skripsi, saya memilih pulang pergi naik motor dari rumah ke kampus yang

Jika Harus Punya Idola, 3 Tokoh Berikut yang Saya Pilih

     Saya ingat ketika Masa Orientasi Sekolah (MOS) di SMP dulu, kami harus menggunakan ID Card selebar A4 dengan identitas diri termasuk tokoh idola. Waktu itu saya bingung karena saya tidak merasa ngefans dengan siapa pun. Teman-teman saat itu banyak menulis public figure seperti artis, penyanyi, bahkan pejabat. Saya akhirnya mengosongi "tokoh idola" di ID Card warna pink milik Gugus 7 waktu itu karena memang tidak mengidolakan siapa pun.       Saat-saat sekarang, sebenarnya jika ada yang iseng tanya siapa tokoh yang saya idolakan, saya masih tetap tidak tahu. Tapi saya cukup memantau tokoh-tokoh berikut ini karena karya-karyanya dan saya rasa mereka bisa masuk kategori tokoh yang bisa saya idolakan. 1. Raditya Dika      Sebagian dari kita mungkin mengetahui siapa Raditya Dika. Dia adalah penulis, sutradara, produser, aktor, stand up comedian , dan Youtuber. Cukup banyak yang dia lakukan sehingga perlu saya sebut semuanya. Saya mengetahui Raditya Dika saat SMP karena

Menguji Nyali, Menuntaskan Misi

Tanggal 9 September minggu ini menjadi sebuah tanggal yang spesial bagi saya. Karena tepat satu tahun lalu, saya telah memberanikan diri untuk melangkah lebih dekat dengan skripsi. Sembilan September tahun lalu saya telah melaksanakan Seminar Proposal Skripsi. Sebenarnya ini bukan hal yang terlalu istimewa. Setiap orang yang kuliah dan mengambil mata kuliah skripsi atau tugas akhir juga akan melaksanakan Seminar Proposal. Tapi saat Anda berada di tahapan gak yakin-yakin amat , itu menjadi momentum uji nyali.  Ketika menulis postingan ini juga merupakan uji nyali bagi saya. Karena akhirnya saya punya mental yang siap untuk memberitahu banyak orang bahwa saya juga pernah mengalami masa-masa skripsian. Disaat orang lain menginjak tahapan skripsian, disaat itu juga saya tutup rapat-rapat dari orang lain. Rasa khawatir, malu, dan pikiran yang tidak penting itu rasanya selalu menghantui. Padahal juga tidak ada yang tanya sih, saya sudah sampai tahapan apa atau udah ngapain aja. Lagi-lagi, mo