Bicara soal jajan, pasti masing-masing dari kita punya jajan favorit yang sering dimakan. Selera tiap orang tentu tidak sama. Saya pun demikian, ada jajanan yang menjadi favorit saya meski kadang orang lain tidak menyukainya. Salah satu yang menjadi favorit saya adalah getas. Kalian tentu tahu makanan satu ini. Olahan tepung ketan yang digoreng berbalut pasta gula pasir. Umumnya berwarna ungu kecokelatan karena menggunakan campuran tepung ketan hitam. Tekstur getas umumnya kering dan keras pada bagian luar dan lembut di bagian dalam. Rasanya? Tentu enak dan manis.
Getas Sumber : resepcarariyati.blogspot.com |
Saya membeli lima buah getas dan tiga diantaranya saya makan sendiri. Toh yang lain pada nggak mau. Belum 24 jam setelah memakan getas itu, tenggorokan saya terasa tidak nyaman. Saya memang punya riwayat radang tenggorokan sejak kecil dulu. Begitu terasa tidak nyaman, saya langsung meminum obat yang biasa saya konsumsi untuk meredakan rasa tidak nyaman itu. Ternyata rasa tidak nyaman itu tidak kunjung hilang dan disusul oleh demam. Welha, blaik. Sejauh yang pernah saya alami, jika tenggorokan saya tidak nyaman dalam jangka waktu tertentu akan bertambah menjadi flu dan demam. Terakhir saya demam seusai vaksin booster COVID-19 awal tahun ini. Saya tentu tidak ingin demam atau sakit lagi dalam waktu dekat.
Ternyata saya benar-benar sakit. Demam tiga hari, flu dan batuk hampir seminggu, serta sakit tenggorokan. Benar-benar menyiksa. Sambil menahan rasa tidak nyaman ini dan itu, saya kembali mengingat-ingat apa penyebab sakit saya kali ini. Apakah getas menjadi penyebabnya? Ah, rasanya hampir tidak mungkin. Saya biasanya juga makan getas dan setelahnya tidak terjadi apa-apa kecuali kenyang. Saya mencoba berpikir lagi. Getas. Seribuan. Makan tiga. Sakit tenggorokan. Yak! Sebuah analisis muncul.
Menurut pemikiran saya yang masih disertai pusing dan demam itu, getas bisa menjadi salah satu penyebab. Bukan bagian ketannya, melainkan gulanya. Sepintas memang seperti getas normal yang enak dan manis. Tapi, bisa jadi gula yang digunakan bukan gula pasir asli melainkan pemanis buatan atau dalam istilah yang sering saya dengar, 1000 manis. Jujur saja, sejak kecil hingga saat ini saya tidak tahan dengan satu bahan ini dalam kadar tinggi. Efek kilatnya adalah tenggorokan menjadi tidak nyaman, katakanlah radang. Saya simpulkan bahwa getas yang saya beli kebetulan tidak tepat. Saya cukup bisa memastikan dari efek yang ditimbulkan serta harga jualnya. Seribu rupiah lho sudah bisa dapat satu getas. Padahal harga bahan bakunya tidak murah-murah amat. Beras ketan, minyak goreng, gula pasir. Bisa jadi lho ya, bisa jadi untuk menekan harga si pedagang menggunakan bahan lain yang bisa menimbulkan rasa manis yang sama. Tentu, saya tidak mendiskreditkan semua getas mempunyai bahan yang sama. Kebetulan saja, saya salah beli. Selain getas, bisa juga saat itu kondisi saya memang tidak fit sehingga mempercepat datangnya demam dan flu.
Setelah punya jawaban yang kira-kira tepat, akhirnya saya lebih tenang. Jadi, next time saya harus lebih berhati-hati kalau jajan. Selain pemanis buatan, saya ternyata juga tidak bisa mentolerir makanan dengan pengawet dan perisa tinggi. Sebut saja beberapa merek snack berbahan tepung jagung dan tepug kentang itu. Rasanya enak bukan? Tapi, beberapa jam setelahnya saya akan menyesal karena lagi-lagi, menyerang tenggorokan saya. Akhirnya saya mem-blacklist snack-snack tersebut. Kini, rasanya berat jika harus memasukkan getas dalam blacklist makanan. Wong ya jajan tradisional dan enak, ternyata masih gak bisa juga. Sejauh ini sudah banyak yang saya blacklist : snack kemasan, es campur dan sejenisnya, getas, dan masih banyak. Jangan dimakan nanti batuk. Wah, sudah persis ultimatum ibu-ibu ke anak balitanya. Meskipun sudah dua puluhan, ternyata ketahanan saya soal makanan masih sama seperti saat anak-anak dulu.
Sebenarnya saya masih bisa memakan makanan sejenis yang saya blacklist dengan syarat, buat sendiri atau membeli di tempat yang sangat terpercaya. Tapi saya keburu males, kalau masih memaksakan, resiko masih tetap ada. Mengingat rasa tenggorokan yang perih saat apapun lewat itu sudah bikin ngeri. Sudah, sepertinya saya jauhi saja. Kalau pingin jajan tapi tidak beresiko, ya jajan yang lain. Seperti jajan berikut ini, terhidang di meja makan kami. Kerupuk sadariyah (kerupuk berbahan singkong) buatan tetangga, ubi kukus, dan pisang barlin. Saya jamin aman.
Jajan di rumah kami |
Komentar
Posting Komentar