Langsung ke konten utama

Kehidupan Ideal ala Buku Bahasa Indonesia

Pada buku paket Bahasa Indonesia tingkat SD, biasanya akan selalu ada teks dengan tema "Liburan di Rumah Nenek". Teksnya berupa kisah-kisah ketika berlibur atau berkunjung ke rumah nenek yang biasanya berada di desa. Si tokoh ini akan diceritakan melakukan hal-hal berikut: memanen ikan di kolam, mandi di sungai, memetik buah di halaman, dan lain-lain. Template-nya selalu sama. Seakan-akan itulah yang umum dilakukan anak-anak di Indonesia ketika berkunjung ke rumah nenek (di desa). Maklum, si tokoh ini diceritakan sebagai anak yang tinggal di perkotaan sehingga kegiatan-kegiatan tersebut sangatlah berkesan. Meskipun selalu sama, saya sangat menikmati kisah-kisah fiktif tersebut di buku paket Bahasa Indonesia. Selain karena kisahnya yang menarik, ceritanya memang disarikan dari kejadian di dunia nyata.

Saat membaca kisah-kisah tersebut, saya membayangkan begitulah idealnya kehidupan, liburan ke rumah nenek lalu memanen sesuatu yang kita tidak ikut merawatnya. Seiring berjalannya waktu, saya paham kalau itu hanya terjadi pada segelintir orang saja. Saya sendiri, tidak mengalami "kehidupan yang ideal" ala anak di buku Bahasa Indonesia itu. Saya tinggal bersebelahan dengan kakek-nenek dan tidak ada kegiatan memanen ikan atau buah. Sungguh disayangkan. Tapi itu tidak terlalu buruk, karena sore ini kami menguras kolam kecil di teras rumah dan beberapa ikan nila siap untuk disantap. Saya tidak akan ikut menikmati hasil panen kali ini karena saya mem-blacklist ikan dalam menu makan saya.

Ikan nila yang kami panen

Tapi, saya bisa merasakan bagaimana vibes anak-anak ala buku Bahasa Indonesia itu ketika berkunjung ke rumah nenek. Seru juga ternyata. Setidaknya, dalam sudut pandang saya. Tidak hanya ikan, saya juga memetik buah nanas yang berada di halaman depan. Cukup mematahkan pangkal buahnya menggunakan tangan kosong dan kita mendapatkan nanas cantik ini. Oh ya, nanas ini ditanam asal saja dari mahkotanya yang ditancapkan ke tanah. Jadi, saya bisa pastikan rasanya tidak begitu manis karena dia tidak cukup pupuk dan malah kelebihan air karena sering hujan akhir-akhir ini. Jadi begini ya, "kehidupan ideal" ala buku Bahasa Indonesia yang saya bayangkan dulu. Hidup di desa dengan sumber daya yang kita ciptakan sendiri. Memang, buku yang kita baca sedikit banyak bakal mempengaruhi pemikiran kita. Ngapain juga anak SD dulu (saya) sudah punya bayangan "kehidupan ideal" ala buku Bahasa Indonesia...

Nanas di halaman depan yang saya petik



Ikan nila siap disantap bagi yang doyan, saya tidak

Komentar

  1. Cerita yang begitu menarik, akhirnya saya tau alasan kenapa tidak makan ikan nila

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menguji Nyali, Menuntaskan Misi (Bagian 2)

     Sebelum ini saya pernah menulis Menguji Nyali Menuntaskan Misi yang menceritakan sedikit perjalanan saya menuju kelulusan di perguruan tinggi. Kisah saya tulis secara runtut mengenai beberapa tahapan pengerjaan skripsi yang sampai pada ujian tugas akhir. Kali ini saya akan melengkapi Menguji Nyali Menuntaskan Misi bagian dua.      Seusai melaksanakan ujian skripsi, sebagian besar orang berpikir bahwa ini adalah tahapan terakhir yang dapat memberikan kita gelar sarjana. Tapi tentu saja tidak. Itu baru pertengahan karena masih banyak proses lain yang harus dilalui sampai bisa dinyatakan lulus secara resmi. Mulai dari revisi yang bikin emosi, setumpuk administrasi yang tak kunjung usai, dan entri nilai tugas akhir yang bukan terakhir. Makin mendekati kelulusan, makin banyak saja drama yang berlalu. Berlalu-lalang.       Saya terus membesarkan hati sendiri agar tidak menyerah. Semenjak memasuki tahapan pengerjaan skripsi, saya memilih pulang pergi naik motor dari rumah ke kampus yang

Jika Harus Punya Idola, 3 Tokoh Berikut yang Saya Pilih

     Saya ingat ketika Masa Orientasi Sekolah (MOS) di SMP dulu, kami harus menggunakan ID Card selebar A4 dengan identitas diri termasuk tokoh idola. Waktu itu saya bingung karena saya tidak merasa ngefans dengan siapa pun. Teman-teman saat itu banyak menulis public figure seperti artis, penyanyi, bahkan pejabat. Saya akhirnya mengosongi "tokoh idola" di ID Card warna pink milik Gugus 7 waktu itu karena memang tidak mengidolakan siapa pun.       Saat-saat sekarang, sebenarnya jika ada yang iseng tanya siapa tokoh yang saya idolakan, saya masih tetap tidak tahu. Tapi saya cukup memantau tokoh-tokoh berikut ini karena karya-karyanya dan saya rasa mereka bisa masuk kategori tokoh yang bisa saya idolakan. 1. Raditya Dika      Sebagian dari kita mungkin mengetahui siapa Raditya Dika. Dia adalah penulis, sutradara, produser, aktor, stand up comedian , dan Youtuber. Cukup banyak yang dia lakukan sehingga perlu saya sebut semuanya. Saya mengetahui Raditya Dika saat SMP karena

Menguji Nyali, Menuntaskan Misi

Tanggal 9 September minggu ini menjadi sebuah tanggal yang spesial bagi saya. Karena tepat satu tahun lalu, saya telah memberanikan diri untuk melangkah lebih dekat dengan skripsi. Sembilan September tahun lalu saya telah melaksanakan Seminar Proposal Skripsi. Sebenarnya ini bukan hal yang terlalu istimewa. Setiap orang yang kuliah dan mengambil mata kuliah skripsi atau tugas akhir juga akan melaksanakan Seminar Proposal. Tapi saat Anda berada di tahapan gak yakin-yakin amat , itu menjadi momentum uji nyali.  Ketika menulis postingan ini juga merupakan uji nyali bagi saya. Karena akhirnya saya punya mental yang siap untuk memberitahu banyak orang bahwa saya juga pernah mengalami masa-masa skripsian. Disaat orang lain menginjak tahapan skripsian, disaat itu juga saya tutup rapat-rapat dari orang lain. Rasa khawatir, malu, dan pikiran yang tidak penting itu rasanya selalu menghantui. Padahal juga tidak ada yang tanya sih, saya sudah sampai tahapan apa atau udah ngapain aja. Lagi-lagi, mo